Politeisme adalah konsep kepercayaan yang menarik dan kompleks dalam sejarah agama manusia. Mari kita jelajahi dunia politeisme dan memahami berbagai aspek penting dari sistem kepercayaan ini…
Pendahuluan
Politeisme, berasal dari bahasa Yunani “poly” (banyak) dan “theos” (dewa), adalah sistem kepercayaan yang mengakui dan menyembah banyak dewa atau dewi. Konsep ini telah ada sejak zaman kuno dan masih dipraktikkan di beberapa bagian dunia hingga saat ini. Dalam artikel ini, kita akan mendalami sejarah, karakteristik, dan pengaruh politeisme dalam berbagai budaya.
Dewa-dewa yang umum ditemukan dalam kepercayaan politeistik termasuk dewa langit, dewa kematian, dewi ibu, dewi cinta, dewa pencipta, dewa penipu, dewa kehidupan, kematian dan zaman renaisans, serta dewa pahlawan budaya. Politeisme didasarkan pada gagasan bahwa alam semesta diatur oleh lebih dari satu kekuatan. Oleh karena itu, mungkin ada dewa air, dewa gunung, dewa gurun, dll. Masing-masing dewa ini harus ditenangkan dan oleh karena itu, kekuatan-kekuatan yang berbeda ini menerima suatu bentuk pemujaan.
Apa itu politeisme?
Politeisme adalah suatu kata yang menunjukkan adanya atau kepercayaan pada beberapa tuhan; itu milik orang-orang yang, secara doktrin, percaya pada lebih dari satu tuhan. Ini adalah agama yang sepenuhnya menentang monoteisme dan setiap tuhan yang membentuknya memerlukan penyembahan dan pemujaan.
Politeisme terdiri dari pemujaan yang dilakukan manusia kepada serangkaian dewa yang berbeda-beda yang dicirikan dan dibedakan berdasarkan fungsinya yang khusus dan unik, yang pada umumnya mempunyai ciri-ciri kemanusiaan, namun penuh kekuatan dan bertanggung jawab untuk melindungi umat manusia.
Konsep awal Politeisme
Untuk memulai, mari kita telusuri asal usul politeisme. Kepercayaan pada banyak dewa telah ada sejak zaman prasejarah, dengan bukti-bukti arkeologis menunjukkan praktik-praktik keagamaan yang melibatkan berbagai figur ilahi. Seiring berkembangnya peradaban, sistem kepercayaan ini semakin kompleks dan terstruktur.
Peradaban-peradaban kuno seperti Mesir, Yunani, Romawi, dan Nordik memiliki pantheon dewa-dewi yang luas dan rumit. Setiap dewa atau dewi biasanya dikaitkan dengan aspek tertentu dari alam atau kehidupan manusia. Misalnya, dalam mitologi Yunani, Zeus adalah dewa langit dan petir, sementara Poseidon menguasai lautan1.
Salah satu aspek penting yang perlu dipertimbangkan adalah karakteristik utama politeisme. Sistem kepercayaan ini memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari monoteisme atau ateisme.
- Keberagaman Dewa: Politeisme mengakui keberadaan banyak dewa, masing-masing dengan peran dan atribut yang berbeda.
- Hierarki Ilahi: Seringkali terdapat struktur hierarkis di antara para dewa, dengan satu atau beberapa dewa yang dianggap lebih tinggi atau berkuasa.
- Spesialisasi: Setiap dewa biasanya memiliki domain atau aspek kehidupan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya.
- Interaksi Dewa-Manusia: Dalam banyak tradisi politeistik, dewa-dewi dianggap dapat berinteraksi langsung dengan manusia melalui berbagai cara2.
Politeisme dalam Berbagai Budaya
Aspek kritis lainnya yang perlu ditelaah adalah bagaimana politeisme termanifestasi dalam berbagai budaya di seluruh dunia. Meskipun konsep dasarnya sama, setiap budaya memiliki interpretasi dan praktik uniknya sendiri.
Di Indonesia, misalnya, sebelum masuknya agama-agama besar seperti Islam, Hindu, dan Kristen, banyak suku memiliki sistem kepercayaan politeistik. Suku Dayak di Kalimantan, misalnya, memiliki pantheon dewa-dewi yang kompleks, termasuk Aping Kuling yang dianggap sebagai pencipta alam semesta3.
Di Jepang, agama Shinto adalah contoh politeisme yang masih dipraktikkan secara luas hingga saat ini. Shinto mengenal konsep “kami” atau roh-roh alam yang jumlahnya sangat banyak dan dihormati dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari4.
Pengaruh Politeisme dalam Dunia Modern
Meskipun agama-agama monoteistik telah menjadi dominan di banyak bagian dunia, pengaruh politeisme masih dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan modern. Dari seni dan sastra hingga budaya populer, elemen-elemen politeistik terus memperkaya wawasan dan imajinasi manusia.
Dalam dunia sastra dan film, mitologi-mitologi politeistik sering menjadi sumber inspirasi. Seri Percy Jackson karya Rick Riordan, misalnya, menghidupkan kembali dewa-dewi Yunani dalam konteks modern. Demikian pula, film-film superhero seperti Thor mengadaptasi elemen-elemen dari mitologi Nordik5.
Selain itu, beberapa gerakan spiritual kontemporer, seperti Neopagan dan Wicca, mengadopsi konsep-konsep politeistik dalam praktik keagamaan mereka, menunjukkan bahwa ide tentang banyak dewa masih relevan bagi sebagian orang di era modern6.
Karakteristik
Ciri-ciri paling menonjol yang dapat kita temukan dalam agama politeistik adalah:
- Hal ini didasarkan pada pemujaan terhadap banyak dewa yang diatur menurut hierarki mereka.
- Masing-masing ketuhanan politeisme mengarahkan aspek kehidupan tertentu
- Semua dewa memiliki ciri khasnya masing-masing, yang mudah dibedakan dan dikenali.
- Para dewa dapat dipanggil secara individu atau kelompok, tergantung pada jenis kekuatan yang mereka nikmati.
- Hal ini mencakup kepercayaan pada banyak kekuatan setan dan hantu selain dewa, dan beberapa makhluk gaib akan bersifat jahat.
- Ini mungkin memiliki beberapa hubungan dengan keyakinan lain.
Asal usul politeisme
Politeisme awalnya dikenal sebagai tahap peralihan antara pemikiran agama yang berbeda. Animisme adalah tahap pertama, dan menjelaskan bahwa semua benda hidup dan mati memiliki jiwanya sendiri. Tahap kedua mengacu pada sihir primitif yang mengatakan bahwa dunia dapat dikendalikan melalui mistisisme, paranormal, dan melalui aktivitas supernatural. Tahap ketiga dan terakhir pada dasarnya adalah monoteisme, yang ditandai dengan kehadiran satu tuhan atau ketuhanan. Pada tahap-tahap ini ada beberapa tahap peralihan dimana muncul polidemonisme, yang menyatakan bahwa dunia ini penuh dengan roh. Oleh karena itu, politeisme merupakan evolusi antara pemikiran primitif dan pemikiran monoteistik. Dalam budaya Weda di India, agama politeistik dimulai, kemudian meluas ke negara lain.
Sejarah
Pada abad ke-19, muncul banyak teori yang menyatakan bahwa manusia prasejarah sudah mampu membedakan antara tubuh fisik dan jiwa, sehingga mendukung kepercayaan terhadap berbagai roh, baik manusia, hewan, tumbuhan bahkan benda. Ini menyebar ke seluruh dunia kuno berkat orang Mesir yang memiliki sistem kepercayaan berdasarkan banyak dewa. Dewa-dewa ini adalah hal terpenting bagi rakyat Mesir. Belakangan, para dewa Yunani mengambil wujud manusia dan kepribadian berbeda. Ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan Yunani, terjadilah asimilasi budaya politeistik Yunani. Sejak saat itu, politeisme mulai menyebar ke seluruh Afrika, Eropa, dan Amerika. Saat ini, kecuali agama Kristen, politeisme ditemukan di banyak agama di dunia dan di banyak negara, yang terus mempraktikkan praktik kuno ini.
Pentingnya
Bagi penganut politeisme, agama menjadi penting karena para dewa yang terdapat di dalamnya mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dan dapat membantu mereka dalam berbagai cara dan dalam aspek kehidupan sehari-hari, oleh karena itu para dewa dimuliakan tergantung pada sifat dan fungsinya kehidupan orang-orang beriman.
Politeisme Romawi
Politeisme Romawi didasarkan pada serangkaian dewa pelindung atas setiap aktivitas yang mereka lakukan, bahkan terhadap benda-benda yang menjadi bagian dari kehidupan mereka. Beberapa dewa mereka, misalnya: Janus, yang merupakan dewa portal; Silvanus yang merupakan dewa hutan dan Faunus dewa segala sesuatu yang berhubungan dengan alam. Mereka juga mempunyai dewa-dewa untuk pertanian dan hewan-hewan mereka. Semua dewa mereka memiliki kekuatan luar biasa, mereka biasa melakukan upacara, pengorbanan, dan ritual yang rumit.
Politeisme Mesir
Dalam kebudayaan Mesir, ada banyak dewa yang disusun berdasarkan hierarki, atau panteon, sebagaimana mereka biasa dikenal. Asal usulnya adalah ramalan kekuatan alam, pemujaan terhadap orang mati, dan pemujaan terhadap kekuatan yang dimiliki hewan. Bagi mereka, para dewa dapat mengambil wujud dan ciri-ciri benda-benda yang termasuk dalam alam dan diidentikkan dengan alam semesta, komponen-komponennya, kekuatan-kekuatannya, dan alam.
Kelebihan Politeisme:
- Menawarkan penjelasan kompleks tentang fenomena alam dan kehidupan
- Memberikan fleksibilitas dalam praktik keagamaan
- Memperkaya budaya dan seni dengan beragam narasi mitologis
Langkah-langkah memahami Politeisme:
- Pelajari sejarah agama-agama kuno
- Bandingkan pantheon dewa dari berbagai budaya
- Analisis peran politeisme dalam masyarakat tradisional
- Telusuri pengaruh politeisme dalam budaya modern
Fitur utama Politeisme:
- Keberagaman figur ilahi
- Kompleksitas narasi mitologis
- Keterkaitan dengan fenomena alam dan aspek kehidupan
- Fleksibilitas dalam praktik ritual dan pemujaan
FAQ
Apa perbedaan utama antara Politeisme dan Monoteisme?
Politeisme adalah kepercayaan pada banyak dewa, sementara monoteisme adalah kepercayaan pada satu Tuhan. Politeisme cenderung memiliki pantheon dewa yang kompleks, masing-masing dengan peran spesifik, sedangkan monoteisme berfokus pada satu Tuhan yang dianggap mahakuasa dan universal.
Apakah Politeisme masih dipraktikkan di dunia modern?
Ya, meskipun tidak sedominan di masa lalu, politeisme masih dipraktikkan di beberapa bagian dunia. Contohnya termasuk Hinduisme di India, Shinto di Jepang, dan berbagai kepercayaan tradisional di Afrika dan Amerika Latin.
Bagaimana Politeisme mempengaruhi budaya dan seni?
Politeisme telah memberikan pengaruh besar pada budaya dan seni sepanjang sejarah. Mitologi politeistik telah menginspirasi banyak karya seni, sastra, dan arsitektur. Bahkan dalam budaya modern, elemen-elemen politeistik sering muncul dalam film, buku, dan media lainnya.
Apakah ada hubungan antara Politeisme dan alam?
Ya, banyak sistem kepercayaan politeistik memiliki hubungan erat dengan alam. Dewa-dewi sering dikaitkan dengan elemen-elemen alam seperti matahari, bulan, laut, atau gunung. Ini mencerminkan upaya manusia untuk memahami dan menghormati kekuatan alam.
Bagaimana Politeisme memandang kehidupan setelah kematian?
Pandangan tentang kehidupan setelah kematian dalam politeisme bervariasi tergantung pada budaya dan tradisi spesifik. Beberapa kepercayaan politeistik memiliki konsep surga atau dunia bawah yang kompleks, sementara yang lain mungkin fokus pada reinkarnasi atau penyatuan dengan alam.
Dalam mengeksplorasi politeisme, kita menemukan bahwa sistem kepercayaan ini bukan hanya bagian dari masa lalu, tetapi terus mempengaruhi dan memperkaya pemahaman kita tentang spiritualitas, budaya, dan hubungan manusia dengan alam. Meskipun praktik politeistik tradisional mungkin telah berkurang di banyak bagian dunia, warisan dan pengaruhnya tetap terasa dalam berbagai aspek kehidupan modern.
Footnotes
- Burkert, Walter. (1985). Greek Religion. Harvard University Press. ↩
- Iles Johnston, Sarah. (2004). Religions of the Ancient World: A Guide. Harvard University Press. ↩
- Schiller, Anne. (1997). Small Sacrifices: Religious Change and Cultural Identity among the Ngaju of Indonesia. Oxford University Press. ↩
- Hardacre, Helen. (2016). Shinto: A History. Oxford University Press. ↩
- Detweiler, Craig. (2010). Into the Dark: Seeing the Sacred in the Top Films of the 21st Century. Baker Academic. ↩
- Hutton, Ronald. (1999). The Triumph of the Moon: A History of Modern Pagan Witchcraft. Oxford University Press. ↩