Apa itu Terapi Aversi?

Terapi keengganan dapat digunakan untuk individu yang berjuang dengan alkoholisme.

Terapi keengganan adalah proses menggunakan rangsangan yang tidak menyenangkan untuk menghilangkan kebiasaan yang tidak diinginkan atau perilaku merusak diri sendiri. Hal ini didasarkan pada teori psikologis pembelajaran perilaku yang menyatakan bahwa sebagian besar perilaku dipelajari dan oleh karena itu, dapat diubah. Terapi keengganan dapat digunakan untuk hampir semua kebiasaan atau perilaku, tetapi cenderung paling sering diterapkan untuk mengobati kecanduan zat dan merehabilitasi pelaku seks.

Prinsip-prinsip terapi keengganan dapat diterapkan pada merokok atau kebiasaan merusak lainnya.

Banyak jenis terapi cenderung berpusat pada hubungan. Terapis mungkin memiliki sesi pribadi dengan klien dan menawarkan saran dan saran tentang cara meningkatkan keterampilan koping atau pengambilan keputusan. Terapi keengganan berbeda karena biasanya hanya berpusat pada perilaku. Terapis bekerja dengan klien untuk hanya mengubah reaksi fisik mereka terhadap perilaku atau kecanduan yang merusak.

Beberapa profesional medis percaya bahwa terapi keengganan dapat membantu mengurangi keinginan seseorang untuk alkohol.

Keengganan adalah perasaan tidak suka atau benci yang ekstrem. Keyakinan utama dari terapi adalah bahwa terapis dapat membimbing klien untuk merasakan keengganan terhadap sesuatu yang membuat mereka kecanduan. Stimulus negatif digabungkan dengan kebiasaan yang tidak diinginkan, yang dikenal sebagai stimulus target.

Ada tiga rangsangan negatif utama yang dapat diterapkan, meskipun terapis keengganan dapat mengembangkan rencana yang disesuaikan untuk klien individu. Rangsangan kimia adalah penggunaan obat dengan efek samping yang tidak menyenangkan, seperti mual. Stimulus penciuman adalah paparan bau tak sedap, seperti amonia. Rangsangan yang paling umum adalah sengatan listrik yang diberikan melalui perangkat yang dipasang di lengan atau kaki.

Terapi keengganan dapat membantu bagi pecandu seks.

Terapi keengganan dimulai dengan pemeriksaan medis untuk menentukan metode mana yang aman bagi klien untuk terpapar. Klien dengan masalah jantung tidak disarankan untuk disetrum. Sebelum terapi, klien menandatangani dokumen informed consent yang menyatakan bahwa dia mengetahui prosedur dan menyetujuinya.

Selama sesi terapi, klien dihadapkan pada stimulus targetnya. Eksposur dapat berupa visual dengan menggunakan foto atau objek fisik. Bisa juga verbal, di mana klien menggambarkan fantasi tentang stimulus target. Saat klien dihadapkan pada stimulus target, terapis memperkenalkan stimulus negatif. Proses tersebut diulangi dalam jangka waktu yang tidak terbatas dengan harapan otak klien pada akhirnya akan mengasosiasikan stimulus negatif dengan stimulus target, sehingga membuatnya kehilangan kesenangannya.

Kritikus terapi keengganan berpendapat bahwa itu berbahaya dan tidak etis. Mereka merasa terapi itu bisa disalahgunakan dan berubah menjadi kekejaman. Kritikus lain mengklaim bahwa prosesnya tidak efektif dan dapat berkontribusi pada perilaku klien yang bermusuhan.