Shintoisme | Apa itu, Ritual, Simbol, Dewa, Pendiri, Buku | Agama

Shintoisme, agama asli Jepang yang telah menjadi bagian integral dari budaya dan identitas negara ini selama ribuan tahun. Mari kita jelajahi aspek-aspek penting dari kepercayaan kuno ini dan bagaimana pengaruhnya masih terasa dalam masyarakat Jepang modern.

Pendahuluan

Ketika berbicara tentang Shintoisme, kita memasuki dunia yang penuh dengan spiritualitas alam, penghormatan terhadap leluhur, dan keharmonisan antara manusia dan lingkungannya. Agama ini telah membentuk cara pandang orang Jepang terhadap dunia selama berabad-abad, mempengaruhi seni, arsitektur, dan bahkan kehidupan sehari-hari mereka.

Shintoisme adalah agama asal Jepang yang didasarkan pada pemujaan terhadap Kami atau roh alam. Istilah Kami mengacu pada apa yang berada di atas kondisi manusia atau di atas manusia tetapi sering diterjemahkan sebagai roh atau tuhan.
  • Jenis agama: Politheistik
  • Kitab Suci: Kojiki dan Shoku Nihongi
  • Asal: Jepang
  • Dewa: Ame-no-minaka-nushi-no-kami (akar alam semesta) dan kamis lainnya.

Apa itu Shintoisme?

Shintoisme (Shito berarti “jalan ilahi” dalam bahasa Jepang) adalah agama kuno asal Jepang yang didasarkan pada pemujaan terhadap roh alam (disebut Kami). Ia memiliki empat cabang yaitu: Koshitsu Shinto (Rumah Kekaisaran Shinto), Jinja Shinto (Kuil Shinto), Shuha Shinto (Sekte Shinto), Minzoku Shinto (Shinto Rakyat). Simbol yang mengidentifikasinya adalah Torii, sebuah portal yang terdapat di pintu masuk kuil. Saat ini merupakan agama kedua dengan pengikut terbanyak di Jepang.

Istilah Shinto (kata Cina yang berarti “Jalan Para Dewa”) adalah nama yang diberikan pada ritual yang digunakan di Jepang untuk memuja dewa langit dan bumi.

Asal-usul Shintoisme

Untuk memulai, mari kita telusuri akar sejarah Shintoisme. Agama ini tidak memiliki pendiri tunggal atau kitab suci seperti agama-agama besar lainnya. Sebaliknya, Shinto berkembang secara organik dari kepercayaan animistik kuno Jepang, yang menganggap bahwa setiap aspek alam memiliki roh atau dewa yang disebut kami.

Sejarah Shinto dapat ditelusuri kembali ke zaman prasejarah Jepang. Praktik-praktik awalnya melibatkan pemujaan terhadap fenomena alam, seperti gunung, sungai, dan pohon-pohon besar. Seiring waktu, kepercayaan ini berkembang menjadi sistem yang lebih terorganisir, dengan kuil-kuil yang didedikasikan untuk kami tertentu dan ritual-ritual yang semakin kompleks.

Konsep Dasar dan Kepercayaan dalam Shintoisme

Salah satu aspek penting untuk dipertimbangkan adalah konsep dasar dan kepercayaan dalam Shintoisme. Inti dari agama ini adalah keyakinan pada kami, yang bisa diartikan sebagai dewa, roh, atau kekuatan alam. Namun, konsep kami jauh lebih kompleks daripada sekadar “dewa” dalam pengertian Barat.

Kami bisa berupa apapun dari fenomena alam seperti matahari atau gunung, hingga roh leluhur atau bahkan manusia yang telah mencapai status tertentu. Konsep penting lainnya adalah kesucian dan kemurnian. Orang Shinto percaya bahwa manusia pada dasarnya baik, tetapi bisa menjadi “kotor” secara spiritual karena berbagai alasan. Oleh karena itu, ritual pemurnian menjadi bagian penting dalam praktik Shinto.

Praktik dan Ritual dalam Shintoisme

Aspek kritis lain yang perlu dieksplorasi adalah praktik dan ritual dalam Shintoisme. Ritual Shinto, yang disebut matsuri, adalah bagian integral dari agama ini. Matsuri bisa berupa festival besar yang melibatkan seluruh komunitas, atau ritual pribadi sederhana yang dilakukan di rumah.

Salah satu ritual paling penting adalah kunjungan ke kuil Shinto, atau jinja. Pengunjung biasanya akan membersihkan tangan dan mulut mereka sebelum memasuki area kuil, kemudian berdoa dengan cara khas Shinto: bertepuk tangan dua kali untuk menarik perhatian kami, berdoa, dan kemudian bertepuk tangan sekali lagi sebagai penutup.

Pengaruh Shintoisme dalam Masyarakat Jepang Modern

Aspek signifikan lainnya adalah pengaruh Shintoisme dalam masyarakat Jepang modern. Meskipun Jepang saat ini adalah negara yang sangat modern dan sekuler, pengaruh Shinto masih sangat terasa dalam berbagai aspek kehidupan.

Banyak orang Jepang, bahkan yang tidak menganggap diri mereka sebagai penganut Shinto, masih berpartisipasi dalam ritual dan festival Shinto. Misalnya, kunjungan ke kuil pada Tahun Baru (hatsumode) adalah tradisi yang diikuti oleh jutaan orang Jepang setiap tahunnya. Selain itu, konsep Shinto tentang harmoni dengan alam telah mempengaruhi arsitektur, seni, dan bahkan etika lingkungan di Jepang.

Sejarah Shintoisme

Sejarah Shintoisme merupakan salah satu agama tertua di dunia dan tidak mempunyai tanggal pasti asal usulnya, karena merupakan bagian dari budaya etnis Jepang dan pada awalnya tidak memiliki nama tertentu.

Orang Jepang memilih istilah Cina Shinto (yang berarti “Jalan Para Dewa) untuk membedakan aliran sesat ini dari agama Buddha – yang diperkenalkan ke Jepang pada abad ke-6 – dan karena mereka belum memiliki bahasa tulisan yang berkembang.

Seperti banyak agama di Asia, agama ini dikaitkan dengan kehidupan di pedesaan, penghormatan terhadap leluhur, kekuatan alam, kepercayaan pada jiwa dan kesatuannya dengan tubuh setelah kematian.

Agama ini dinyatakan sebagai agama Negara Jepang oleh Kaisar antara tahun 1868 dan 1945 untuk merangsang kebanggaan nasional dan menolak agama Buddha sebagai agama asing.

Shintoisme merupakan agama kedua dengan penganut terbanyak di Jepang dan saat ini terdapat empat jenis utama yang terkait satu sama lain:

  • Koshitsu Shinto (Rumah Kekaisaran Shinto)
  • Jinja Shinto (Kuil Shinto)
  • Shuha Shinto (Sekte Shinto)
  • Minzoku Shinto (Shinto Rakyat)

Pendiri

Shintoisme tidak memiliki pendiri yang pasti karena asal usulnya sangat kuno dan tidak memiliki teks suci dan dogma.

Ciri-ciri Shintoisme

Di antara ciri-ciri Shintoisme dapat disebutkan sebagai berikut:

  • Ini adalah agama tertua di Jepang.
  • Doktrin fundamental menegaskan bahwa Jepang adalah negara para dewa dan masyarakatnya adalah keturunan mereka.
  • Tidak mempunyai pendiri.
  • Di antara teks sucinya adalah Kojiki, yang menceritakan asal usul mitologi Jepang dan kaisar.
  • Menyembah “Kami” atau roh alam. Ada banyak jenis Kami.
  • Orang Jepang adalah anak-anak Kami.
  • Ritual Shinto mencakup tarian, doa, pembersihan, dan penyembuhan atau mantra perlindungan.

Simbol Shinto

Torii adalah simbol Shintoisme yang paling terkenal dan ikon yang diidentifikasi secara grafis. Ini adalah portal suci bagi para dewa yang menandai batas antara dunia profan dan dunia para dewa. Monumen ini terletak di pintu masuk kuil Shinto.

Dewa Shinto

Dalam Shintoisme ada lebih dari 8 juta dewa atau Kami, tetapi pasangan primordialnya adalah Izanagi dan Izanami, yang menciptakan dunia, menjadikan Jepang sebagai satu-satunya pusat dan menempatkan di dalamnya sebuah pilar yang berfungsi sebagai poros antara langit dan bumi.

Amaterasu adalah dewi matahari dan merupakan nenek moyang kaisar.

Carilah hubungan yang seimbang antara alam, kami, dan manusia. Kami ada dimana-mana dan merupakan penjaga dan pelindung alam.

Nenek moyang Jepang yang pemberani juga menjadi Kami setelah kematiannya.

Ritual Shinto

Ritual Shinto dilakukan melalui tarian yang disebut “Kagura” untuk menjembatani kesenjangan antara manusia dan dewa.

Pada zaman dahulu, seorang wanita perawan melakukan tarian kepada Dewi Ame-no Uzume dan merasukinya sehingga dia dapat memberkati anak-anak dan menyembuhkan penyakit mereka melalui doa.

Ritual terkait dengan dua konsep dasar yaitu “yang murni” dan “yang tidak murni.” Ada banyak cara untuk memerangi pengotor seperti menggunakan garam atau nasi.

Ada tiga ritus utama: pantang dan penghindaran berbagai unsur imam, aib yang tidak disengaja, dan terakhir, permintaan dekontaminasi suatu tindakan serius.

Sebelum melakukan ritual, umat harus mencuci tangan dan mulut.

Di antara ritual paling terkenal yang dapat kami sebutkan: Hari Tahun Baru dan Setsubun, yang berlangsung pada musim semi dan musim dingin.

Kitab Suci Shintoisme

Teks suci agama Shinto merupakan teks sejarah yang menceritakan asal usul Jepang. Nama mereka adalah Kojiki (berarti “catatan benda-benda kuno”) dan Shoku Nihongi.

Keuntungan Mempelajari Shintoisme:

  • Pemahaman yang lebih dalam tentang budaya Jepang
  • Wawasan tentang spiritualitas yang berbasis alam
  • Apresiasi terhadap keragaman kepercayaan dunia

Langkah-langkah untuk Memahami Shintoisme:

  1. Pelajari sejarah dan konsep dasar Shinto
  2. Kunjungi kuil Shinto jika berkesempatan
  3. Partisipasi dalam festival Shinto
  4. Baca literatur tentang Shintoisme

Fitur Utama Shintoisme:

  • Kepercayaan pada kami (dewa-dewa atau roh alam)
  • Penekanan pada kesucian dan kemurnian
  • Hubungan erat dengan alam dan leluhur
  • Tidak memiliki kitab suci tunggal atau dogma ketat

FAQ

Apa itu Shintoisme?

Shintoisme adalah agama asli Jepang yang berfokus pada pemujaan kami (dewa-dewa atau roh alam) dan penghormatan terhadap leluhur. Ini adalah sistem kepercayaan yang menekankan harmoni antara manusia dan alam.

Bagaimana Shintoisme berbeda dari agama-agama lain?

Shintoisme unik karena tidak memiliki pendiri tunggal, kitab suci, atau doktrin yang ketat. Ini lebih merupakan cara hidup yang menekankan pada ritual, tradisi, dan hubungan dengan alam dan leluhur.

Apa manfaat mempelajari Shintoisme?

Mempelajari Shintoisme dapat memberikan wawasan mendalam tentang budaya Jepang, menawarkan perspektif unik tentang spiritualitas berbasis alam, dan memperluas pemahaman kita tentang keragaman kepercayaan di dunia.

Apakah Shintoisme masih relevan di Jepang modern?

Ya, meskipun Jepang adalah negara modern dan sekuler, Shintoisme masih memiliki pengaruh signifikan dalam budaya dan kehidupan sehari-hari. Banyak orang Jepang masih berpartisipasi dalam ritual dan festival Shinto, bahkan jika mereka tidak menganggap diri mereka sebagai penganut Shinto yang taat.

Bagaimana cara saya mulai mempelajari Shintoisme?

Anda dapat memulai dengan membaca buku-buku tentang Shintoisme, menonton dokumenter, atau mengunjungi situs web yang terpercaya. Jika memungkinkan, kunjungi kuil Shinto dan ikuti festival-festival terkait untuk pengalaman langsung.

Dengan memahami Shintoisme, kita tidak hanya mempelajari sebuah agama, tetapi juga mendapatkan wawasan mendalam tentang budaya dan cara berpikir Jepang. Agama ini, dengan penekanannya pada harmoni dengan alam dan penghormatan terhadap leluhur, terus membentuk identitas Jepang hingga hari ini, memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana tradisi dapat bertahan dan beradaptasi dalam dunia modern.

Referensi:

  1. Hardacre, H. (2016). Shinto: A History. Oxford University Press.
  2. Picken, S. D. B. (2011). Historical Dictionary of Shinto. Scarecrow Press.
  3. Breen, J., & Teeuwen, M. (2010). A New History of Shinto. Wiley-Blackwell.
  4. Yamakage, M. (2006). The Essence of Shinto: Japan’s Spiritual Heart. Kodansha International.
  5. Nelson, J. K. (2000). Enduring Identities: The Guise of Shinto in Contemporary Japan. University of Hawaii Press.

Related Posts